Uang elekronik: manfaat, keunggulan dan kekurangannya. Dengan
kemajuan teknologi, terciptalah uang ‘digital’ atau uang elektronik. Ada
juga yang menyebutnya dengan e-money. Wujudnya tidak lagi berbentuk
fisik, melainkan berupa data digital yang disimpan dalam memori sebuah
kartu yang praktis dibawa kemana-mana.
Banyak varian e-money ini, sebagiannya mengharuskan penggunanya
punya acoount di sebuah bank tertentu. Ada pula yang berbentuk kartu
e-money yang dijual bebas. Kita cukup membeli kartu e-money itu dengan
uang fisik sesuai nilai yang kita inginkan. Lalu kita bebas
menggunakannya cukup dengan melakukan tapping atau gesek di kasir
pembayaran sebuah merchant.
Manfaat e-money ini tidk hanya untuk membayar telepon umum, tetapi
dapat pula digunakan untuk membayar tagihan listrik, telepon, tv
berlangganan, pembelian tiket, jalan tol, tiket kereta, bus, pembelian
bahan bakar, dan belanja keperluan sehari-hari.
Menurut Bank Indonesia, uang elektronik adalah alat pembayaran yang
memenuhi unsur (1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor oleh
pemegang kepada penerbit, (2) nilai uang disimpan secara elektronik
dalam suatu media seperti server atau chip, (3) alat pembayaran kepada
pemegang yang bukan penerbit uang elektronik itu, dan (4) nilai uang
elektronik itu bukan merupakan simpanan sebagaimana disebut dalam
undang-undang perbankan.
Secara umum uang elektronik dibedakan dua jenis yaitu uang
elektronik bentuk kartu dimana identitas pemegang terdaftar dan tercatat
pada penerbit atau ter-registrasi serta uang elektronik bentuk kartu
yang tanpa identitas pemegang. Selain itu, ada pula uang elektronik yang
menggunakan telepon seluler sebagai medium penyimpanannya. Keunggulan
uang elektronik bersifat praktis karena kita tidak perlu membawa fisik
uang.
Keunggulan lainnya adalah transaksi lebih cepat, tinggal menempel
kartu dan tidak perlu menghitung lembar demi lembar uang. Keunggulan
selanjutnya adalah kita bisa melacak setiap pengeluaran sehingga
memudahkan dalam mengelola keuangan.
Adapun kekurangan uang elektronik diantaranya adalah tidak semua
penyedia barang dan jasa dapat menerima transaksi elektronik, apalagi di
pedesaan dan pasar tradisional. Uang elektronik ini juga mempunyai
risiko hilang dan rusak, apalagi jika kita memasukkan nilai uang dalam
jumlah besar, maka sekali kartu itu rusak atau hilang, maka hilanglah
semua uang kita.
Hukum muamalah uang elektronik.
Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang biasa karena
memiliki fungsi sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang.
Dalam perspektif syariah hukum uang elektronik adalah halal. Kehalalan
ini berlandaskan kaidah; setiap transaksi dalam muamalah pada dasaarnya
diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya, maka saat itu
hukumnya berubah menjadi haram.
Oleh karena itu uang elektronik harus memenuhi kriteria dan
ketetentuan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah seperti yang akan
diterangkan selanjutnya dalam tulisan ini. Faktor lainnya yang menjadi
alasan kehalalan uang elektronik adalah, karena adanya tuntutan
kebutuhan manusia akan uang elektronik, dan pertimbangan banyaknya
kemaslahatan yang ada di dalamnya.
Saat ini beberapa Bank Syariah juga telah mengeluarkan produk yang
terkait dengan uang elektronik. Mereka tidak akan berani meluncurkan
produk itu kecuali setelah mendapat dukungan dari otoritas jasa keuangan
dan MUI dalam hal ini melalui fatwa Dewan Syariah Nasional. Artinya
uang elektronik sudah sah digunakan baik menurut agama maupun Negara.
Selanjutnya yang dibutuhkan adalah kebijakan dan penghematan dalam
menggunakannya, agar tidak boros & menyebabkan kerugian di lain
hari.
Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik
- Tidak Mengandung Maysir (unsur perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi). Penyelenggaraan uang elektronik harus didasarkan oleh adanya kebutuhan transaksi pembayaran ritail yang menuntut transaksi secara lebih cepat dan efisien, tidak untuk transaksi yang mengandung maysir.
- Tidak Menimbulkan Riba yang berbentuk pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam dan pengalihan harta secara batil. Transaksi uang elektronik merupakan transaksi tukar-menukar/jual beli barang ribawi, yaitu antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik dalam bentuk Rupiah.
Pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik
harus sama jumlahnya (tamatsul) baik kualitas maupun kuantitasnya, jika
tidak, maka tergolong ke dalam bentuk riba al-fadl (tambahan atas salah
satu dua barang yang dipertukarkan dalam pertukaran barang Ribawi yang
sejenis. Oleh karena itu, tidak boleh melakukan pertukaran nilai uang
tunai yang lebih kecil atau lebih besar dari nilai uang elektronik.
Sebagai contoh penerbit tidak boleh menjual uang elektronik sebesar
Rp 3.000.000,00 dengan penyetoran uang/dana dari pemegang kepada
penerbit sebesar Rp 3.030.000,00 dan penerbit juga tidak boleh
memberikan potongan harga atas penjualan uang elektronik, seperti uang
elektronik dengan nilai uang elektronik sebesar Rp 3.000.000,00 dijual
oleh penerbit melalui penyetoran uang/dana dari pemegang kepada penerbit
sebesar Rp 2.970.000,00, kelebihan pembayaran oleh pemegang dan
potongan harga oleh penerbit tersebut termasuk riba al-fadl.
Pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik
harus dilakukan secara tunai (taqabudh), jika tidak, maka tergolong ke
dalam bentuk riba al-nasiah (penundaan penyerahan salah satu dua barang
yang dipertukarkan dalam jual-beli barang ribawiyang sejenis). Sebagai
contoh pada saat pemegang atau pedagang menukarkan kembali
(refund/redeem) nilai uang elektronik dengan nilai uang tunai kepada
penerbit, maka penerbit harus memenuhi hak tagih tersebut dengan tepat
waktu tanpa melakukan penangguhan pembayaran.
- Tidak Mendorong Israf (Pengeluaran yang Berlebihan) Uang elektronik pada dasarnya digunakan sebagai alat pembayaran ritail/mikro, agar terhindar dari Israf(pengeluaran yang berlebihan) dalam konsumsi dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik serta batas paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu.
- Tidak Digunakan untuk Transaksi objek Haram dan Maksiat Uang elektronik sebagai alat pembayaran dengan menggunakan prinsip Syariah, uang elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran transaksi objek haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.
Akad-akad syariah terkait uang elektronik.
Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang diterbitkan atas
dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada
penerbit, kemudian nilai uang tersebut disimpan secara elektronik dalam
suatu media uang elektronik yang digunakan sebagai alat pembayaran oleh
pemegang kepada pedagang.
Uang elektronik tersebut dipersamakan dengan uang karena pada saat
pemegang menggunakannya sebagai alat pembayaran kepada pedagang, bagi
pedagang tersebut nilai uang elektronik berpindah dari media uang
elektronik yang dimiliki oleh pemegang ke terminal penampungan nilai
uang elektronik milik pedagang. Apapun satuan nilai dalam media uang
elektronik tersebut, pada dasarnya berupa nilai uang yang pada waktunya
akan ditukarkan kepada penerbit dalam bentuk uang tunai (cash).
Dengan dipersamakannya uang elektronik dengan uang, maka pertukaran
antara nilai uang tunai (cash) dengan nilai uang elektronik merupakan
pertukaran atau jual beli mata uang sejenis yang dalam literatur Fikih
Muamalat dikenal dengan Al-Sharf. Disamping al-shorf terdapat akad-akad
lain yang terkait dengan transaksi uang elektronik, diantaranya adalah :
al-ijarah, dan wakalah.
Secara umum jual beli mata uang (Sharf) diidentikkan dengan tukar
menukar antara emas dan emas dan perak dengan perak atau emas dengan
perak. Dengan demikian, yang menjadi syarat-syarat dalam transaksi tukar
menukar emas dengan emas dan perak dengan perak atau emas dengan perak
tersebut berlaku juga dalam transaksi jual beli mata uang. Syarat-syarat
tersebut adalah; tunai, jumlahnya sama, tidak boleh ada khiyar syarat,
dan tidak boleh ditangguhkan.
Relevansi akad Sharf dalam implementasi uang elektronik dapat dilihat pada syarat-syarat akad berikut ini :
- Syarat akad tunai (Al-Taqabudh). Nilai uang elektronik yang berada di tangan pemegang sepenuhnya berada dalam kekuasaan pemegang. Dana float yang terkumpul di penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan dan sepenuhnya berada dalam penguasaan.
- Syarat al-tamatsul (jumlahnya sama) Nilai satu Rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu Rupiah pada uang tunai (cash).
- Syarat tidak boleh ada Khiyar. Syarat Dalam transaksi uang elektronik tidak terdapat Khiyar Syarat, pada saat transaksi dilakukan, ketika masing-masing pihak telah menunaikan kewajiban dan mendapatkan haknya, maka transaksi telah selesai.
- Syarat tidak boleh ditangguhkan Pada saat proses penerbitan, ketika pihak pemegang menyetorkan uang, maka penerbit saat itu juga menyerahkan nilai uang elektronik kepada pemegang dan pada saat terjadi redeem baik oleh pemegang atau oleh pedagang, penerbit harus dapat menunaikannya secara tepat waktu.
Akad-akad Lain yang Terkait dengan uang elektronik.
Melihat dari relevansi tersebut di atas, maka jelaslah bahwa akad
utama yang digunakan dalam penyelenggaraan uang elektronik adalah akad
Sharf, yaitu tukar-menukar atau jual beli uang. Namun dalam
implementasinya, penyelenggaraan uang elektronik dapat dilengkapi oleh
akad-akad lain, yaitu :
- Akad Ijarah Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Akad Ijarah digunakan dalam hal terdapat transaksi sewa menyewa atas perle ngkapan/peralatan dan atau terdapat pelayanan jasa dalam penye lenggaraan uang elektronik.
- Akad Wakalah Wakalah adalah pemberian kuasa kepada orang lain untuk bertindak sebagai pemberi kuasa dalam transaksi yang diperbolehkan dan diketahui. Akad Wakalah digunakan dalam hal penerbit bekerjasama dengan pihak lain sebagai agen penerbit dan/atau terdapat bentuk perwakilan lain dalam transaksi uang elektronik.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mumtazamin/uang-elektronik-dalam-perspektif-syariah_5580ffd1e022bd03320e7771